Mandau, Detak Indonesia News — Wakil Ketua Umum DPP Gerakan Masyarakat Peduli Anak dan Perempuan (Germas PPA), Rika Parlina, SH, menyatakan kekecewaannya terhadap sikap Kepala UPT Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Kecamatan Mandau, Wati, yang dinilai tidak profesional dalam menangani kasus dugaan pelecehan seksual terhadap seorang perempuan muda berinisial S (21) di Duri, Kabupaten Bengkalis, Riau.
Menurut Rika, alih-alih memberikan pendampingan sejak awal, UPT PPA Mandau justru menyalahkan pihak Germas PPA yang terlebih dahulu turun langsung memberikan bantuan kepada korban. Pendampingan tersebut dilakukan atas permintaan korban sendiri, yang melaporkan dugaan keterlibatan suaminya, RR (22), dalam mendukung aksi pelecehan seksual yang dilakukan oleh pelaku berinisial Z (43). Kasus ini kini telah menjadi sorotan luas di media sosial dan publik.
“Kenapa tidak dari awal mendampingi korban? Setelah pelaku ditangkap Polsek Mandau dan kasus ini viral, barulah mereka muncul, bahkan melarang korban untuk didampingi oleh kami,” tegas Rika saat diwawancarai DetakPatriaNews, Senin (1/7/2025).
Rika menambahkan bahwa Germas PPA memberikan pendampingan secara sukarela, tanpa memungut biaya sepeser pun dari korban.
“Saya menggunakan dana pribadi untuk membantu korban. Sementara mereka yang digaji negara, justru tidak hadir saat korban paling membutuhkan bantuan,” lanjutnya.
Dalam upaya memperkuat perlindungan terhadap korban, Rika menyebut pihaknya telah menjalin koordinasi aktif dengan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPA) serta Bareskrim Mabes Polri. Germas PPA mendapatkan dukungan penuh dari kedua institusi tersebut dalam penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak.
“KemenPPA meminta kami terus membangun kerja sama dengan instansi pemerintah karena persoalan ini tidak bisa ditangani pemerintah saja. Keterlibatan lembaga masyarakat seperti Germas PPA sangat penting,” jelas Rika.
Dari Mabes Polri, Germas PPA juga mendapat dorongan untuk terus menjalin komunikasi dan sinergi dengan aparat penegak hukum di daerah.
“Kabareskrim mendukung agar kami aktif berkoordinasi dengan pihak kepolisian daerah, demi memastikan perlindungan hukum bagi korban berjalan maksimal,” tambahnya.
Meski demikian, Rika menyayangkan masih adanya sikap eksklusif dari sebagian pejabat daerah yang memandang kehadiran lembaga swadaya seperti Germas PPA sebagai pesaing, bukan mitra.
“Jika pola pikir seperti ini terus dipelihara, bagaimana mungkin kita bisa bersinergi? Kami hadir bukan untuk mengambil alih peran, melainkan untuk membantu dan memperkuat perlindungan bagi korban,” ujarnya.
Ia juga mengkritisi kurangnya aksi nyata dari UPT PPA Mandau, terutama dalam hal sosialisasi dan pendampingan langsung kepada masyarakat.
“UPT PPA seharusnya proaktif turun ke lapangan, membangun kepercayaan publik, bukan justru resisten terhadap bantuan dari pihak lain. Kami tidak hadir untuk bersaing, tapi untuk memperkuat barisan perlindungan perempuan dan anak,” pungkas Rika Parlina.