PEKANBARU, Detak Indonesia News – Ratusan warga berkumpul di Tugu Perjuangan, Selasa (26/8/2025) malam, dalam aksi doa bersama dan penyalaan 1000 lilin memperingati 90 hari meninggalnya Kristophel Butar-Butar, korban bullying di Indragiri Hulu.
Dengan membawa lilin, bunga kamboja, dan replika jenazah, massa menyerukan agar kasus Kristophel kembali dibuka. Suasana haru menyelimuti acara, ketika keluarga korban menyampaikan kekecewaan karena proses hukum yang sudah berjalan justru dihentikan.
“Hati seorang ibu terkoyak. Anak saya ingin pintar, bukan untuk dihajar di sekolah. Tolong dengarkan jeritan hati kami,” ujar Siska, ibu almarhum, dengan tangis haru.
Perwakilan keluarga, Viator Butar Butar, menegaskan pihaknya heran atas keputusan penghentian penyelidikan. “Perkara ini jelas pidananya. Tapi mengapa diberhentikan? Kami ingin anak kami mendapat keadilan,” tegasnya.
Wakil Ketua Umum Germas Perlindungan Perempuan dan Anak, Rika Palrina, menyatakan komitmen untuk memperjuangkan kasus ini hingga tingkat pemerintah pusat. “Ini luka kita bersama. Bullying adalah kejahatan, bukan sekadar kenakalan,” katanya.
Seorang peserta aksi, Rabi (22), mahasiswa yang turut hadir, menyebut bahwa kasus Kristophel harus menjadi momentum perubahan. “Kami turun ke jalan karena tidak ingin ada lagi Kristophel-Kristophel lain. Negara harus hadir melindungi anak-anak dari kekerasan di sekolah,” ucapnya.
Pemerintah Provinsi Riau melalui perwakilannya, Rudy Hartono dari Biro Kesra, turut hadir dan menyampaikan belasungkawa, sekaligus menegaskan akan berkoordinasi dengan dinas terkait untuk mencari solusi.