Detakindonesianews.com -Komunitas Intelijen Indonesia perlu mengkaji dan melahirkan suatu bentuk intelligence cycle baru yang bisa mengakomodasi fungsi kontra intelijen dalam kerja-kerja intelijen mengingat saat ini operasi intelijen tidak hanya dikerjakan oleh state actor atau negara tetapi juga dilakukan oleh non state actor seperti kelompok teroris dan dunia bisnis atau swasta. Pengamat Intelijen Universitas Indonesia Stanislaus Riyatanta mengatakan saat ini literatur-literatur intelijen seperti Teknik sabotase dan Teknik intelijen lainnya sangat mudah ditemukan , sehingga operasi intelijen bisa dilakukan oleh non state actor seperti kelompok-kelompok teroris yang bekerja dengan cara intelijen.
” Kelompok-kelompok teroris bekerja dengan ssanta senyap dan mereka melakukan aksi-aksi terror yang kemudian berhasil karena dia menggunakan cara-cara intelijen,” ujar Stanislaus Riyanta dalam Seminar Tantangan dan Kompleksitas Intelijen yang diselenggarakan Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, Jumat ,13 Oktober 2024.
Menurut dia, kalau komunitas intelijen hanya menanggapi operasi intelijen dari kelompok -kelompok teroris itru dengan aksi intelijen maka ada kemungkinan bahwa komunitas intelijen akan kalah, karena adanya tactical gap. ” Teroris bekerja dengan cara-cara intelijen,kita harus bekerja dengan cara kontra intelijen,” jelas dia.
Selain, kelompok teroris, komunitas bisnis atau private sector juga menggunakan cara-cara intelligence dalam oeprasi mereka. Dalam Intellegence Business Framwork, misalnya, intelligence cyclenya lebih kompleks dan lebih detail dari intelligence cycle traditional yaitu planning, collecting, pengolahan atau collation,analysis dan dissemination.” Dunia bisnis lebih taat dan lebih menyesuaikan dengan kebutuhan,” tambah dia.
Perkembangan ilmu intelijen di private sector yang pesat ini akan membuat komnunitas intelijen ketinggalan.Perusahaan -perusahaan saat ini sudah menyadari adanya ancaman dan mereka mnerasa perlu melakukan deteksi dini yang menggunakan cara -cara intelijen.
Karena itulah, komunitas intelijen negara perlu memikirkan ulang intelligence cycle tradisional selama ini yang dikhawatirkan hanya bisa untuk deteksi dini, tetapi tidak untuk cegah dini.” Cegah dini itu dianggap perlu diulakukanb dengan operasi-operasi kontra Intelligent, jika pihak-pihak ancamannya menggunakan cara-cara Intelligent. Ini menjadi diskusi yang cukup serius, tapi saya setuju bahwa tentu perlu ada pembahasan lebih lanjut untuk melakukan bagaimana pembuatan Intelligence Cycle yang lebih baik, yang mungkin menjadi satu framework antara kumpulan informasi dalam arti deteksi, kemudian dengan cegahnya,” jelas dia.
Praktisi Intelijen Dr. Aloysius Mado B.Sc , S.Sos M.Han mengatakan dalam praktek di badan intelijen, kontra intelijen sudah menjadi bagian dariu Roda Perputaran Intelijen /Roda Perputaran Penyelidikan yang didalamnya mencakup intelligence cycle tradisional. Setelah menjalakan intelligence cycle tradisional, pimpinan atau manager intelijen akan menilai apakah dibutuhkan operasi lanjutan seperti operasi penyelidikan, operasi kontra intelijen atau operasi penggalangan. “Jika disetujui,
maka sponsor atau pimpinan akan memerintahkan kepada manajer untuk membuat rencana operasi,” jelas dia.
Rencana operasi inilah yang kemudian dievaluasi oleh pimpinan badan intelijen terkait dengan tugas pokok, target atau sasaran ,biaya dan lokasi operasi. Jika rencna operasi yang disampaikan oleh manajer operasi disetujui,maka rencana operasi itu kemudian berubah menjadi perintah operasi.Perinta operasi ini bisa dilakukan alam berbagai bentuk seperti operasi penyelidikan, operasi kontra intelijen atau operasi penggalangan.
” Jadi di dalam prakteknya, operasi kontra intelijen , operasi penyelidikan operasi penggalangan tidak masuk menjadi bagian dari intelligence cycle,. Karena operasi kontra intelijen, operasi penyelidikan dan operasi penggalangan merupakan eksekusi setelah intelligence cycle dilakukan. Intelligence cycle merupakan kegiatan rutin, sedangkan ketiga operasi ini , penyelidikan, kontra intelijen dan operasi penggalangan bersifat temporal dan tidak secara rutin dilakukan, hanya sewaktu-waktu seuai dengan kebutuhan pimpinan.: tegas dia.
Hasil dari ketiga operasi ini kemudian dievaluasi, dan Kembali menjadiu feedback bagi intelligence cycle.
Intelligence Cycle Tidak Linear
Siklus intelijen merupakan doktrin intelijen yang harus dilakukan dan harus dilakukan sesuai tahapan -tahapan tanpa mengabaikan satu tahapan sesuai dengan siklus yang tidak linear .Wakil Kepala Detasemen Khusus 88,Mabes Polri Brigjen. Pol. I Made Astawa S.IK mengatakan dalam pengalamannya, ketika mendapatkan perintah mengumpulkan data melalui UUK ke pengumpul data atau collector, suklisnya selalu sama dengan siklus intelijen tradisional . ” Jadi ada planning, kemudian collecting, pengolahan atau collation,analysis dan dissemination. Ini adalah siklus intelijen yang engkap. Sedangkan yang singkat ada input,process dan output. Sudah menjadi system.” ujar I Made Astawa Dalam prakteknya, siklus itu tidak berjalan secara linear. Menurut Astawa, ketika user atau konsumen intelijen mengeluarkan Unsur -Unsur Kegiatan atau rencana dan perintah-perintahnya, itu harus jelas agar itu tidak terjadi gap atau perbedaan pemahaman antara perencana dan collector.
Selain itu, collector atau pengumpul data juga tidak boleh melakukan analisis. Karena ada kemungkinan collector memasukan persepsi subyektifnya ke dalam analisis yang akan menjadi bias dari yang diperintahkan oleh user atau konsumen intelijen.
Dalam tahapan selanjutnya, ada proses timbal balik antara collector dan analis intelijen. Jika data dianggap kurang oleh analis intelijen,kolektor Kembali harus melakukan pengumpulan atau pencarian data.”Jadi tidak linear. ” tegas dia.
Seminar Tantangan dan Kompleksitas Intelijen juga menghadirkan pembicara Dr. I Gusty Ngurah Bagus Sucitra, alumni SKSG UI dan Praktisi Intelijen dan dihadiri oleh mantan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Saut Situmorang, Direktur G BAIS TNI Kolonel Laut (E) Ibnu Abas., Direktur Ekonomi Baintelkam Brigjen Pol Ratno Kuncoro, Perwakilan dari Kementrian Luar Negeri, Sekolah Tinggi intelijen Negara, Poltek Siber dan Sandi Negara, dan perwakilan dari berbagai Kementrian/Lembaga serta pihak swasta termasuk NGO.